Sekularisme, Kemalisme, dan Arah Politik Islam di Turki

Cut Meurah Rahman
5 min readApr 19, 2021
Photo by Caner Cankisi from Pexels

Dalam beberapa dekade terakhir kita seperti diperlihatkan sesuatu yang di luar dugaan. Penganut Muslim di Turki dinilai telah meninggalkan kompatibilitas Islam dan jatuh dalam perbenturan antar agama dan negara. Beberapa tahun belakangan masalah ini memang semakin terdengar apalagi semakin mengerucut ketika sebuah artikel Samuel P. Huntington terbit pada tahun 1993. Tulisan ini mendapatkan respon luas di seluruh dunia. Huntington menilai, di masa yang akan datang perbenturan peradaban diakibatkan stereotip Barat terhadap Islam. Perbenturan yang dimaksud oleh Huntington bisa saja mempengaruhi arah kebijakan ekonomi, politik, sosial dan militer.

Pada 3 Maret 1924, Mustafa Kamal Ataturk menjadi Presiden Turki. Ataturk telah berhasil mengganti sistem pemerintahan dengan sistem Republik Sekuler. Ataturk kemudian membangun sebuah prinsip dan menjadikannya falsafah negara dengan misi membawa Turki menjadi negara maju, seperti negara-negara Barat. Prinsip ini kemudian dikenal sebagai Prinsip Kemalisme.

Demokrasi model Barat berhasil dijalankan, arah kebijakan pemerintahan pun turut bergeser ke arah prinsip Liberalisme dan Sekularisme. Pada 3 Maret 1924, merupakan langkah awal yang dilakukan oleh Mustafa Kemal adalah mengesahkan Undang-Undang “Unifikasi” dan Sekularisasi Pendidikan.

Karen Armstong didalam bukunya A History of God mengatakan “bentuk-bentuk gerakan-gerakan islamis kecil akan sangat memberikan kekhawatiran karena Ia satu-satunya bagian pergerakan agama yang tersisa”[1]. Ataturk melihat gerakan kecil keagamaan mengancam jalannya pemerintah. Ini terlihat dari kegagalan sistem multi partai yang dicoba ia terapkan. Partai Terakkiperver Cumhuriyet Partisi berhasil melakukan pemberontakan di Anatolia Timur yang dipimpin oleh Syeh Said. Oleh sebab itu sistem multi partai ini dirasa masih belum cukup baik untuk dilaksanakan berhubung masih banyak simpatisan Ottoman.

Photo by Çağlar Oskay on Unsplash

Jalan Menuju Modernitas

Mustafa Akyol[2] menjelaskan dalam bukunya Turkey’s liberal Islam and how it came to be, ada dua tujuan awal Kemalisme untuk Turki agar tetap eksis dan mampu berkembang seperti negara Barat. Pertama, Kemalisme melihat pengalamannya dari semua negara muslim di dunia. Kemudian dia merumuskan sebuah pilihan yang ideal. Ataturk beranggapan Islam dan modernitas tidak bisa berjalan bersamaan. Maka apabila ingin memilih salah satu maka harus meninggal salah satunya juga.

Kedua, adalah gagasan untuk memperselesaikan antara Islam dan moderinitas telah terbukti gagal pada masa akhir kekhalifahan Turki Usmani, sedangkan di dunia Timur Tengah saat itu telah memasuki fase Kolonialisme. Turki harus segera keluar dari fase tersebut apabila tidak ikut terlibat dari Kolonialisme dan Imperialisme. Modernisasi ala Ataturk hadir dengan mengatasnamakan demokrasi. Padahal jika melihat dengan seksama tidak ada tanda-tanda bahwa Ataturk telah menjalankan demokrasi. Suara-suara yang bertentangan dengannya maka tak segan-segan dijebloskan kedalam penjara.

Imigrasi Masal dan Arah Menuju Perubahan

Mustafa Kamal meninggal pada 10 November 1938, rezim Kemalis telah berkuasa selama tiga periode sebagai presiden Republik Sekuler Turki mulai dari 1927, 1931 dan 1935. Pada masa tersebut kebebasan kembali mendapatkan tempat di ranah publik dengan diangkatnya Ismail Inonu teman sekaligus koleganya Mustafa Kamal sebagai presiden.

Selain itu salah satu transformasi besar yang terjadi di masyarakat adalah dimulainya migrasi besar-besaran mulai dari tahun 1950. Para penduduk desa datang ke perkotaan dengan membawa Islam yang kental. Tentu ini berbanding terbalik dengan kondisi masyarakat di perkotaan yang sudah terjamah dengan proses sekularisasi dan modernisasi.

Pada 1960, rezim partai demokrat dikudeta oleh pihak militer yang pro dengan Kemalis. Islamist movement nantinya akan dilanjutkan oleh partai The National Salvation Party (1960). Partai ini bukan hanya partai agama melainkan juga bermaksud mendirikan kembali sebuah Negara Islam di Turki.

Pergerakkan Islam

Islam kembali mendapatkan sorotan ketika Partai Keselamatan Nasional[3] (Turki: Millî Selâmet Partisi, MSP) berhasil mendapatkan tempat di hati rakyat. Partai ini dipimpin oleh Necmettin Erbakan. Ideologi Partai Keselamatan Nasional diwujudkan dalam program terselubung yaitu untuk memulihkan Islam di tengah-tengah sekulerisme. Partai ini menganggap seluruh negara sebagai sekolah, dimana ajaran agama harus menjadi inti semua pendidikan. Gerakan Islamisme untuk menghapus sekulerisme terus giat digencarkan ketika Erbakan naik menjadi Perdana Menteri Turki pada tahun 1996. Gerakan Islamisme yang dibawa oleh Erbakan tergelang konservatif. Erbakan menampakkan ketidaksukaannya dengan sekularisme dan Barat.

Photo by Emir Taner on Unsplash

Ancaman Militer dan Spirit Keislaman

Kepemimpinan Erbakan tidaklah lama karena setelah itu ia berhasil dikudeta oleh militer. Peran militer di tubuh pemerintah sendiri sangatlah diperhitungkan. Dengan dikudetanya Erbakan menambah rumitnya perjalanan Islamisasi di Turki. Namun sekularisme di Turki, khususnya mereka penganut Kemalis, tidak pernah benar-benar percaya bahwa pengikut Erbakan telah “berubah” dan mereka dengan cemas sewaktu-waktu akan nada gelombang Islami yang lebih besar. Presiden Ahmet Necdet Sezer mengatakan, “Kemalisme adalah ideologi negara yang harus disatukan oleh masing-masing warga negara.”

Titik baliknya terjadi pada bulan Mei 2007, ketika masa kepemimpinan Sezer berakhir dan AKP[4] mengumumkan kandidatnya untuk jabatan tersebut. Maka Menteri Luar Negeri Abdullah Gül, yang secara luas dihormati di hampir semua ibu kota dunia, namun sangat dibenci oleh beberapa tertua di Ankara. Gül sendiri dibenci karena sikap religiusnya dan istrinya yang mengenakan jilbab.

Arah Perbaikan Islam Setelah Kudeta

Menurut Akyol, kebangkitan Islam di Turki sendiri sangat fenomenal saat ini melihat Islam sendiri sebagai kelas menengah di dunia. Turki dan beberapa negara Muslim lainnya seperti Malaysia, Islam sedang berubah menjadi sebuah pergerakan hebat dengan didukung individu-individu rasional dan independen. Turki memasuki fase terbaru dalam pemerintahan. Terbukti ketika partai AKP menang dalam pemilihan umum di Turki. Recep Tayyip Erdogan kemudian menjadi Perdana Menteri Turki pada tahun 2003. Sepak terjangnya, kebijakannya dalam dan luar negeri membuat namanya semakin melambung sebagai salah satu pemimpin terbaik dunia.

Pengaruh Erdogan yang begitu besar yang dirasakan masyarakat, maka pada pemilihan pemilu Agustus 2014 Erdogan berhasil terpilih sebagai Presiden Turki menggantikan presiden sebelumnya dengan masa jabatan selama lima tahun. Erdogan telah lama mengkampanyekan hak rakyat Turki untuk mengekspresikan keyakinan agama mereka secara terbuka, tapi tetap menyatakan berkomitmen pada sekularisme. Maka dari itu banyak rakyat yang bersimpati untuk memilih Erdogan. Erdogan seperti memantik api bahwa, bener kata Bediuzzaman Said Nursi, “Menghidupkan kembali agama berarti menghidupkan suatu bangsa. Hidupnya agama berarti cahaya kehidupan.” Langkah yang dilakukan Erdogan untuk menyisipkan nilai-nilai keislaman ke dalam pemerintahan patut diapresiasi.

Sekarang kita melihat Turki sebagai rujukan, pendidikan dan perekonomian kian membaik dari masa-masa sebelumnya. Islam kembali menyeruak di tengah-tengah masyarakat, suara azan terdengar di seluruh pelosok kota di Turki. Masyarakat dengan bebas menjalankan keyakinannya tanpa takut akan ancaman apapun. Meskipun begitu sosok Ataturk tidak lepas dari berdirinya modern Turki. Andil dan perannya untuk meletakkan batu pertama harus diapresiasi.

Catatan Kaki

[1] Karen Armstrong, A History of God:Sejarah pencaraian Tuhan sejak 4000 SM, 1993, hlm. 292.

[2] Mustafa Akyol adalah seorang deputy editor di Turkish Daily News. Artikel ini merupakan revisi dari tulisan artikelnya “Turkey’s Veiled Democracy”, di publikasikan di The American Interest, November-December 2007.

[3] adalah partai politik Islam di Turki yang didirikan pada tanggal 11 Oktober 1972 sebagai penerus Partai Orde Nasional yang dilarang (Millî Nizam Partisi, MNP).

[4] AKP adalah partai yang dibentuk pada 14 Agustus 2001. Peristiwa kudeta di Turki pada bulan Februari 1997 yang berbuntut pada dibubarkannya Partai Fazilet yang dipimpin oleh tokoh Islamis Necmeddin Erbakan, menjadi cikal bakal lahirnya AKP. Ketika itu, dua tokoh Partai Fazilet, Recep Tayyep Erdogan dan Abdullah Gul menyatakan memisahkan diri dari gerakan Islam yang dipimpin Erbakan.

--

--

Cut Meurah Rahman

A writer, historian, and observer — I’m a philosopher of my thoughts.