Menelisik Hubungan Ottoman dan Aceh

Cut Meurah Rahman
3 min readApr 13, 2021

Hubungan antara Kesultanan Aceh dan Kesultanan Ottoman dimulai sejak awal abad ke-16. Serangan Portugis, serta hubungan agama dan politik antara Kesultanan Aceh membuat Kekaisaran Ottoman ingin membantu Kesultanan Aceh. Dapat dipahami bahwa ada aliansi penting antara Kekaisaran Ottoman dan Kesultanan Aceh khususnya antara tahun 1560 dan 1980.

Portugis khawatir tentang pelayaran kapal-kapal milik angkatan laut Ottoman di Selat Malaka. Karena kehadiran Aceh sebagai Kesultanan Islam bagi Kekaisaran Ottoman memberikan kesejahteraan bagi kaum Muslim di Aceh. Alasan inilah mengapa dukungan politik dari para penguasa Ottoman, yang merupakan khalifah dunia Islam saat itu. Juga mendorong kebijakan untuk mengamankan rute wilayah dengan Arab.

Ada dokumen yang mendukung bahwa hubungan antara Aceh dan Ottoman berkembang tidak hanya secara politik dan militer tetapi juga secara ekonomi. Dalam konteks ini, dalam dokumen Portugis tertanggal 1588, bangsa Aceh menerima koin-koin perunggu dari Turki, sementara sejumlah rempah-rempah, emas dan perhiasan sebagai gantinya diberikan dari Kesultanan Aceh kepada Kesultanan Ottoman.

Meskipun dinyatakan bahwa Sultan Aceh Sultan Ali Mugayat Shah pada tahun 1516 menjalin hubungan diplomatik dengan Ottoman melalui wazir dari Sultan Selim, Sinan Pasha. Namun tidak ada dokumen yang ditemukan sampai saat ini mengenai perkembangan diplomatik dan militer sebagaimana dimaksud dalam periode ini di Arsip Ottoman.

Untuk menemukan dokumen yang dapat dipercaya tentang hubungan Ottoman-Aceh berasal dari sumber-sumber Portugis. Pelancong Portugis Ferdinand Mendez Pinto, dalam karyanya yang bernama “Marsden”, menyatakan bahwa atas permintaan Sultan Aceh, Kekaisaran Ottoman mengirim militernya yang terdiri dari 300 orang ke Aceh. Kelompok pertama yang dikirim oleh Ottoman mendukung Kesultanan Aceh dalam perang dengan Batak pada 1539. Peperangan terjadi karena kebanyakan orang Batak menganut animisme pada waktu itu. Pinto, yang menyaksikan peperangan, menulis bahwa ada seorang Turki bernama Hamid Han, keponakan Pasha dari Mesir, di Angkatan Laut Aceh.

Pada masa Sultan Alaaddin Riayat Shah al-Kahhar (1537–71) meminta bantuan dari Kanuni Sultan Sulaiman (Suleyman The Magnificent) melawan Portugis dan mengirim utusan ke Istanbul pada tahun 1562. Surat yang dikirim oleh duta besar ada di arsip Ottoman. Namun, ketika utusan Hüseyin Efendi tiba di Istanbul, ia mengetahui bahwa Kanuni Sultan Sulaiman sudah meninggal dalam Kampanye perang Zigetvar. Untuk waktu yang lama Hüseyin Efendi menunggu Selim II naik tahta. Dia bertemu dengan Selim II mengungkapkan untuk membentuk hubungan politik dengan Kesultanan Islam Aceh.

Kekaisaran Ottoman melalui Selim II menyetujui dan mengirim 17 kapal di bawah komando Kurtoğlu Hızır Hayreddin Reis berangkat dari Mesir pada bulan September 1567. Namun, keberangkatan di Aceh ditunda setelah pemberontakan di Yaman dan angkatan laut ditugaskan untuk menekan pemberontakan di Yaman. Meskipun hanya ada beberapa kapal yang dapat melanjutkan perjalanan mereka ke Aceh, mereka tidak dapat mengambil bagian dalam perang dengan Portugis pada tahun 1568.

Pada masa Sultan İskandar Muda (1607–1636) ia mempertimbangkan kembali hubungan dengan Ottoman. Dalam konteks ini, terlihat bahwa İskandar Muda memiliki pemikiran yang mirip dengan Sultan Riayat Shah al-Kahhar pada titik mengembangkan hubungan dengan negara Islam dan kekhalifahan Ottoman. Sultan Iskandar Muda berkeinginan untuk mengembangkan hubungan dengan Turki dan negara-negara Islam lainnya untuk menjadikan Aceh negara yang lebih kuat. Namun, karena tidak mungkin untuk mewujudkan hal ini karena kurangnya waktu dan masalah lainnya yang terjadi. Hubungan ini tidak benar-benar dilakukan. Selama periode Sultan Iskandar Muda, dua utusan bernama Ahmet dan Ravan, dijuluki ‘Çelebi’, datang ke Aceh dalam konteks hubungan dengan Kekaisaran Ottoman.

Setelah itu masih ada beberapa hubungan yang dilakukan antara Kekaisaran Ottoman dan Kesultanan Aceh. Seperti permintaan Sultan Alauddin Mahmud Syah untuk membantu Aceh melawan Belanda.

Referensi

İsmail Hakkı, Güneydoğu Asya’da Osmanlı Türk Tesisleri.

Mustafa bin Mustafa, Uzak Doğu Seyahati.

--

--

Cut Meurah Rahman

A writer, historian, and observer — I’m a philosopher of my thoughts.