Membaca The (Re)Birth of Tragedy

Cut Meurah Rahman
3 min readAug 11, 2021
Photo by Giammarco on Unsplash

Bagi sebagian orang Nietzche dikenal sebatas dari ucapannya tentang keberadaan Tuhan yang sudah tiada. Padahal ungkapan tersebut tidak boleh dimaknai secara harfiah saja. Konsep tuhan sudah mati tidak ditujukan kepada tuhan sebagai objek melainkan manusia itu sendiri sebagai subjek. Ini cara Nietzche berkata bahwa manusia sudah tidak lagi dapat mempercayai tatanan jagat raya ini.

Nietzche memang berbeda. Ia berani berjalan berlawanan arus dengan orang-orang yang memilih untuk tunduk patuh pada otoritas agama dan duduk manis dengan otoritas negara.

Di Balik Tragedi

The Birth of Tragedy adalah buku pertama yang ditulis oleh Fredrich Wilhelm Nietzche saat ia masih berumur 28 tahun. Terbitnya buku ini dipengaruhi banyak oleh Schopenhauer, ahli filolog yang juga berasal dari Jerman. Melalui bukunya Schopenhauer The World as Will and Representation yang tidak sengaja ia temukan di salah satu toko buku lokal. Ia tertarik dengan pendekatan estetika Schopenhauer dalam musik yang ia anggap sebagai pencapaianbesar dalam seni. Nietzche kemudian bertemu dengan komposer ternama bernama Richard Wagner. Dalam bukunya yang pertama ini, Wagner banyak memberikan masukan terkait peran musik dalam tragedi.

Lahirnya Tragedi

Berdasarkan buku ini, Nietzche melihat bahwa ia menemukan sebuah tragedi dalam cerita-cerita mitologi Yunani kuno. Ia menggambarkan pertentangan antara Dionsyian dan Appolonian sebagai perang antara kekacauan dan kehancuran melawan kedamaian dan keteraturan. Tragedi yang Nietzche temukan ini yang dianggap melampaui nihilisme dan kekacauan dalam dunia.

Nietzche meyakini bahwa tragedi ini muncul ketika Sokrates, melalui drama klasik Euripides merusak tatanan ini dengan logika. Harusnya kekuatan budaya yang terjadi dalam mitologi Yunani kuno ialah mencerminkan dasar sifat psikologis dalam diri manusia.

Kebiadaban Dionsyian yang kerap ditemukan dalam syair-syari Archilochus ialah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari dunia. Sama halnya dengan Homer yang digambarkan dapat mengalahkan raksasa-raksasa yang menakutkan adalah sebuah kehormatan dan kekuatan. Di lain pihak juga menggambarkan kekerasan yang terjadi di dunia ini. Perubahan dan perbedaan ini yang membuat (musik) jauh lebih menarik. Dionsyian menggambarkan sisi kehendak pribadi manusia yang mendasari realitas di balik segalanya. Dalam hal ini kekacauan menghasilkan kebenaran keberadaan diri kita sebenarnya.

Sedangkan Apollonian ialah mewakili ketenangan, keteraturan, dan keheningan. Menurut Nietzche dalam suasana seperti ini kita dapat melihat sisi individualitas kita dengan jelas. Secara tidak sadar sebenarnya Apollonian membimbing kita untuk lebih mengenal diri kita terlebih dahulu. Maka dapat diasosiasikan Dionsyian mencari kebenaran tentang keberadaan manusia sedangkan Apollonian dapat diasosiasikan dengan menemukan pengetahuan baru.

Dua bentuk ini yang menurut Nietzche sebagai perpaduan artistik yang sempurna. Menurutnya lagi, Sokrates tidak benar-benar memahami tiap elemen yang dimiliki Dionsyian. Sokrates seperti menutup kebenaran dalam diri manusia itu sendiri bahwa kekacauan ialah bagian murni dari dalam manusia itu sendiri. Kehidupan yang keras ialah bagian yang harus diterima dan dipikul dengan semangat dan ketenangan. Sehingga manusia dapat dikatakan übermensch.

Nietzche menemukan kemungkinan kelahiran kembali melalui musik-musiknya Wagner. Kemungkinan ini akan membangun kembali keseimbangan antara Dionsyian dan Apollonian.

Kritik atas Nietzche

Saat buku ini terbit 1872. Berbagai kritikan datang silih berganti, hampir saja membuat kerja filosofisnya Nietzche berakhir. Dalam esai yang tidak diterbitkannya On Truth and Lies in a Nonmoral Sense, ia menambahkan bahwa merealisasikan semua mitologi Yunani kuno seperti yang dilakukan oleh Sokrates hanya sebatas trend omong kosong.

Ketika usianya senja. Nietzche melihat ke belakang dan menertawakan tulisan yang ia tulis saat masih muda. Dengan berbagai kritik yang masuk termasuk salah satunya dari filolog Jerman, Ulrich von Wilamowitz. Ia kemudian menulis pengantar baru untuk The Birth of Tragedy. Namun banyak halnya, ia setuju dengan pemikirannya saat itu. Ia merasa bahwa kemampuan budaya untuk kelahiran kembali ialah pandangan yang sangat optimis. Ia merasa hubungan baiknya dengan Wagner saat itu yang menyebabkan ia dapat berpikir begitu.

Pengalaman Membaca Nietzche

Tidak mudah memahami tiap penggal kalimat yang Nietzche katakan. Pemahamannya terhadap mitologi Yunani kuno sangatlah mengesankan. Membaca The Birth of Tragedy merupakan kebanggaan sendiri bagi penulis. Meskipun kerap kali pemikiran nihilisme Nietzche mendapati diri penulis pada kehidupan yang kita jalani tidak benar-benar bermakna.

Namun seperti Nietzche asosiasikan dalam Dionsyian dan Apollonian. Bahwa keteraturan dan kehancuran berjalan bersamaan. Buku ini membuka pandangan penulis banyak hal dari seorang Nietzche muda.

--

--

Cut Meurah Rahman

A writer, historian, and observer — I’m a philosopher of my thoughts.