Efek Budaya Populer pada Milenial

Cut Meurah Rahman
3 min readApr 17, 2021
Photo by Malcolm Lightbody on Unsplash

Remaja yang addict terhadap teknologi tentunya akan melihat perkembangan kebudayaan dunia dan bukan tidak mungkin mereka akan mengimitasi segala sesuatu yang dilihatnya

Belum lekang dipikiran kita dewasa ini dengan sederet nama-nama penyanyi luar negeri yang hadir di tengah masyarakat Indonesia. Ya, itulah budaya masyarakat Indonesia yang latah, bukan istilah saat kaget dikejutkan melainkan gampang ikut-ikutan. Heboh sedikit, langsung yang lain pada ngikut. Istilah ikut-ikutan ini secara ilmiah disebut dengan budaya popular atau dalam bahasa Inggris disebut Pop Culture. Adapun ranah yang meliputi dalam budaya ini banyak ditentukan oleh media komunikasi seperti film, radio, televisi, musik bahkan buku sekalipun. Kepopuleran dapat dibentuk melalui media, yang terus menerus mengangkat dan memuja-muja seseorang ataupun suatu produk tertentu, sehingga menciptakan doktrinisasi bawah sadar.

Pop Culture merupakan salah satu studi disiplin ilmu komunikasi yang melihat dari keadaan sosial dan budaya. Teori ini pertama muncul ketika berakhirnya perang dunia ke dua. John Storey (1998) dalam bukunya Cultural Theory and Popular Culture , mendefinisikan Pop Culture menjadi enam definisi, salah satunya adalah budaya pop dapat terlihat sebagai budaya komersial yang diproduksi massal untuk konsumsi massa. Budaya ini kemudian berkembang pesat di negara bagian Amerika Serikat.

Pada dasarnya budaya dan teknologi adalah dua hal yang saling berkaitan. Di zaman yang super canggih saat ini, tidak ada satupun orang yang dapat menahan arus teknologi. Masyarakat urban umumnya, pasti akan merasakan perkembangan teknologi lebih cepat dibanding mereka yang ada di desa. Gaya hidup masyarakat urban yang erat kaitannya dengan budaya Pop Culture memang terbilang sangat sesuai. Ketika bosan melanda akibat kemacetan dan seabrik masalah lainnya. Menonton film contohnya bisa memberikan solusi untuk mengatasi masalah ini.

Di Indonesia saat ini efek dari Pop Culture sendiri bisa dilihat saat tayangnya film Joker. Para netizen berbondong-bondong menulis kata-kata manis dari Arthur Fleck. Dalam dunia penulisan misalnya banyak buku-buku yang mempunyai latar belakang Pop Culture laris di pasaran. Ini menandakan bahwa remaja Indonesia saat ini sangat mudah merasakan dampak dari budaya populer.

Remaja yang addict terhadap teknologi tentunya akan melihat perkembangan kebudayaan dunia dan bukan tidak mungkin mereka akan mengimitasi segala sesuatu yang dilihatnya. Bahkan mereka akan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Itu semua bukanlah hal yang salah, ketika generasi muda mampu menerima segala bentuk perubahan dan mereka mampu memfilterisasi dengan caranya sendiri maka mereka akan terus berada di bawah nilai dan norma yang ada. Tetapi sebaliknya ketika mereka tidak mampu memfilterisasi dengan baik bukan tidak mungkin mereka akan terhanyut dalam gelombang westernisasi.

Membludaknya fans garis keras K-POP misalnya sudah memasuki taraf yang mengkhawatirkan. Saling hina, mengeluarkan kata kotor antar sesama bisa dilihat melalui komentar-komentar di sosial media. Belum lagi penikmat anime, yang harus tiap minggunya mengupdate serial barunya. Butuh kuota yang tidak sedikit tentunya. Budaya seperti ini tidak hanya merampas waktu anak muda jaman sekarang tapi juga berefek buruk jika terlalu berlebihan.

Solusinya ada pada diri masing-masing, budaya Pop Culture memang tidak bisa dilepaskan dalam perkembangan hari ini, tapi setidaknya kita sebagai generasi milenial bisa sebaik mungkin meminimalisir kegiataan yang tidak begitu positif. Pemerintah dituntut untuk lebih memajukan budaya bangsa secara lebih menarik dan kontekstual atau sesuai dengan konteks zaman sekarang sehingga para remaja dapat menghidupinya dalam pergaulan keseharian mereka. Solusi lainnya yang penulis pikirkan adalah bagaimana caranya kaum milenial mampu menikmati sebuah karya Pop Culture yang disusupi oleh Local Wisdom, sehingga harapannya budaya Indonesia juga bisa terangkat dan dinikmati bersama.

*Pernah dimuat di Majalah Konstantinesia

--

--

Cut Meurah Rahman

A writer, historian, and observer — I’m a philosopher of my thoughts.